BUDIDAYA
UDANG WINDU
(
Palaemonidae / Penaeidae )
SEJARAH
SINGKAT
Udang merupakan jenis ikan
konsumsi air payau, badan beserta anggota – anggotanya terdiri dari ruas
ruas (segment). Kepala – dada terdiri
dari 13 ruas, yaitu kepalanya sendiri 5 ruas dan dadanya 8 ruas. Sedangkan bagian perut terdiri dari 6
ruas. Tiap ruas badan mempunyai sepasang
anggota badan yang beruas – ruas pula. Seluruh
tubuh tertutup oleh kerangka luar yang disebut eksoskeleton, yang terdiri dari
bahan chitin.
Umumnya udang yang terdapat di
pasaran sebagian besar terdiri dari udang laut. Hanya sebagian kecil saja yang
terdiri dari udang air tawar, terutama di daerah sekitar sungai besar dan rawa
dekat pantai. Udang air tawar pada umumnya termasuk dalam keluarga Palaemonidae,
sehingga para ahli sering menyebutnya sebagai kelompok udang palaemonid. Udang
laut, terutama dari keluarga Penaeidae, yang bisa disebut udang penaeid oleh
para ahli. Udang merupakan salah satu
bahan makanan sumber protein hewani yang bermutu tinggi. Bagi Indonesia udang
merupakan primadona ekspor non migas. Permintaan
konsumen dunia terhadap udang rata-rata naik 11,5% per tahun. Walaupun masih banyak kendala, namun hingga
saat ini negara produsen udang yang menjadi pesaing baru ekspor udang Indonesia
terus bermunculan.
Daerah penyebaran benih udang windu
antara lain: Sulawesi Selatan (Jeneponto, Tamanroya, Nassara, Suppa), Jawa
Tengah (Sluke, Lasem), dan Jawa Timur (Banyuwangi, Situbondo, Tuban, Bangkalan,
dan Sumenep), Aceh, Nusa Tenggara Barat, Kalimantan Timur, dan lain-lain.
KLASIFIKASI
Klasifikasi
udang adalah sebagai berikut:
Klas : Crustacea (binatang berkulit keras)
Sub-klas : Malacostraca (udang-udangan tingkat tinggi)
Superordo : Eucarida
Ordo : Decapoda (binatang berkaki sepuluh)
Sub-ordo : Natantia (kaki digunakan untuk berenang)
Famili : Palaemonidae, Penaeidae
MANFAAT
1. Udang
merupakan bahan makanan yang mengandung protein tinggi, yaitu 21%, dan rendah
kolesterol, karena kandungan lemaknya hanya 0,2%. Kandungan vitaminnya dalam 100 gram bahan
adalah vitamin A 60 SI/100; dan vitamin B1 0,01 mg. Sedangkan kandungan mineral
yang penting adalah zat kapur dan fosfor, masing-masing 136 mg dan 170 mg per
100 gram bahan.
2. Udang
dapat diolah dengan beberapa cara, seperti beku, kering, kaleng,terasi, krupuk,
dll.
3. Limbah
pengolahan udang yang berupa jengger (daging di pangkal kepala) dapat
dimanfaatkan untuk membuat pasta udang dan hidrolisat protein.
4. Limbah
yang berupa kepala dan kaki udang dapat dibuat tepung udang, sebagai sumber
kolesterol bagi pakan udang budidaya.
5. Limbah
yang berupa kulit udang mengandung chitin 25% dan di negara maju sudah dapat
dimanfaatkan dalam industri farmasi, kosmetik, bioteknologi, tekstil, kertas,
pangan, dll.
6. Chitosan
yang terdapat dalam kepala udang dapat dimanfaatkan dalam industri kain, karena
tahan api dan dapat menambah kekuatan zat pewarna dengan sifatnya yang tidak
mudah larut dalam air.
FASE PERKEMBANGAN LARVA
1. Fase
Nauplius
Fase ini dimulai sejak
telur mulai menetas, dan berlangsung selama 46 sampai 50 jam atau dua sampai
tiga hari. Dalam fase ini, larva masih
belum memerlukan makanan dari luar karena masih dapat disediakan dari dalam
kandung kuning telur itu sendiri.
Selama menjadi
nauplius, larva mengalami enam kali ganti bentuk, yang setiap bentuk (stadia)
mempunyai ciri sebagai berikut :
Stadia
Nauplius Ciri – ciri yang menonjol
Nauplius I : badan
bentuknya masih bulat telur, tetapi sudah mempunyai anggota badan tiga pasang.
Nauplius II : badan
masih bulat, tetapi pada ujung antena pertama terdapat seta (rambut), yang satu panjang dan dua lainnya
pendek.
Nauplius III : tunas
maxilla dan maxilliped mulai tampak, demikian juga furcal yang jumlahnya dua buah mulai jelas terlihat,
masing – masing dengan tiga duri (spine).
Nauplius IV : pada antena
kedua mulai tampak beruas – ruas dan pada setiap furcal terdapat 4 buah duri.
Nauplius V : organ bagian depan sudah mulai tampak jelas
disertai dengan tumbuhnya tonjolan pada pangkal maxilla.
Nauplius VI : perkembangan
bulu – bulu makin sempurna dan duri pada furcal makin panjang
2. Fase
Protozoea (Zoea)
Fase
ini sudah harus diberi pakan, karena pada fase ini larva sudah mulai aktif
mengambil makanan sendiri dari luar, terutama plankton. Larva sangat peka terhadap perubahan
lingkungan sehingga pada fase ini yang hanya berlangsung sekitar 3 sampai 4
hari, harus diperhatikan sungguh – sungguh kebutuhan biologisnya khusunya media
hidup dan pakan. Media hidup terutama
kualitas air harus dijaga jangan sampai terjadi perubahan yang mencolok,
sedangkan pakan diusahakan yang sesuai dengan bukaan mulutnya, supaya mudah
ditangkap dan dimakan.
Tingkat
perkembangan zoea dapat dilihat dengan adanya tanda – tanda sebagai berikut :
Stadia
Protozoea Ciri
– ciri yang menonjol
Zoea I : badan pipih, mata dan carapace mulai tampak,
maxilla pertama dan kedua serta
maxilliped pertama dan kedua mulai berfungsi, alat pencernaan makanan tampak jelas.
Zoea II : mata mulai bertangkai dan pada carapace sudah
terlihat rostrum dan duri supraorbital yang bercabang.
Zoea III : sepasang uropoda yang bercabang dua mulai
berkembang dan duri pada ruas – ruas perut mulai tumbuh.
3. Fase
Mysis
Setelah fase zoea
berakhir, maka fase selanjutnya yaitu fase mysis yang bentuknya mirip dengan
udang muda. Pada fase ini larva bersifat
planktonis dan yang paling menonjol adalah gerakannya mundur dengan cara
membengkokkan badannya. Makanan yang
paling disukai adalah dari golongan zooplankton, seperti Copepoda atau
Rotifera. Pada fase ini larva mengalami
tiga kali perubahan bentuk selama 2 sampai 3 hari, yang dapat dilihat dengan
adanya tanda – tanda sebagai berikut :
Stadia
Mysis Ciri
– ciri yang menonjol
Mysis I : bentuk badan ramping dan memanjang seperti
udang muda, tetapi kaki renang masih belum tampak.
Mysis II : tunas kaki renang mulai tampak nyata tetapi
belum beruas – ruas.
Mysis III : tunas
kaki renang bertambah panjang dan beruas – ruas.
4. Fase
Post Larva (PL)
Perubahan bentuk yang
paling akhri dan paling sempurna dari seluruh metamorfosa larva udang adalah
saat larva tersebut mencapai fase post larva (PL). Pada fase ini, larva tidak mengalami
perubahan bentuk, karena seluruh bagian anggota tubuh sudah lengkapdan sempurna
seperti udang windu dewasa. Dengan
bertambahnya umur, larva hanya mengalami perubahan panjang dan berat. Sedangkan bagian lain tidak mengalami
perubahan bentuk sedikit pun. Sifat yang
paling menonjol dari dimulainya fase post larva adalah tidak suka melayang
dalam air, tetapi lebih banyak menghuni di bagian dasar, dengan makanan yang
paling disukai adalah zooplankton.
PERSYARATAN
LOKASI
1) Lokasi
yang cocok untuk tambak udang adalah pada daerah sepanjang pantai (beberapa
meter dari permukaan air laut) dengan suhu rata-rata 26-28 derajat C.
2) Tanah
yang ideal untuk tambak udang adalah yang bertekstur liat atau liat berpasir,
karena dapat menahan air. Tanah dengan tekstur ini mudah dipadat
3) Tekstur
tanah dasar terdiri dari lumpur liat berdebu atau lumpur berpasir, dengan
kandungan pasir tidak lebih dari 20%. Tanah tidak boleh porous (ngrokos).
4) Jenis
perairan yang dikehendaki oleh udang adalah air payau atau air tawar tergantung
jenis udang yang dipelihara. Daerah yang paling cocok untuk pertambakan adalah
daerah pasang surut dengan fluktuasi pasang surut 2-3 meter.
5) Parameter
fisik: suhu/temperatur=26-30 derajat C; kadar garam/salinitas=0-35 permil dan
optimal=10-30 permil; kecerahan air=25-30 cm (diukur dengan secchi disk)
6) Parameter
kimia: pH=7,5-8,5; DO=4-8 mg/liter; Amonia (NH3) < 0,1 mg/liter; H2S< 0,1
mg/liter; Nitrat (NO3-)=200 mg/liter; Nitrit (NO3-)=0,5 mg/liter; Mercuri
(Hg)=0-0,002 mg/liter; Tembaga (Cu)=0-0,02 mg/liter; Seng (Zn)=0-0,02 mg/liter;
Krom Heksavalen (Cr)=0-0,05 mg/liter; Kadmiun (Cd)=0-0,01 mg/liter; Timbal
(Pb)=0-0,03 mg/liter; Arsen (Ar)=0-1 mg/liter; Selenium (Se)=0-0,05 mg/liter;
Sianida (CN)=0-0,02 mg/liter; Sulfida (S)=0-0,002 mg/liter; Flourida (F)=0-1,5
mg/liter; dan Klorin bebas (Cl2)=0-0,003 mg/liter
PEDOMAN
TEKNIS BUDIDAYA
1.
Penyiapan Sarana dan Peralatan
Syarat
konstruksi tambak:
1. Tahan
terhadap damparan ombak besar, angin kencang dan banjir. Jarak minimum
pertambakan dari pantai adalah 50 meter atau minimum 50 meter dari bantara
sungai.
2. Lingkungan
tambak beserta airnya harus cukup baik untuk kehidupan udang sehingga dapat
tumbuh normal sejak ditebarkan sampai dipanen.
3. Tanggul
harus padat dan kuat tidak bocor atau merembes serta tahan terhadap erosi air.
4. Desain
tambak harus sesuai dan mudah untuk operasi sehari-hari, sehingga menghemat
tenaga.
5. Sesuai
dengan daya dukung lahan yang tersedia.
6. Menjaga
kebersihan dan kesehatan hasil produksinya.
7. Saluran
pemasuk air terpisah dengan pembuangan air.
Teknik pembuatan tambak dibagi dalam
tiga sistem yang disesuaikan dengan letak, biaya, dan operasi pelaksanaannya,
yaitu tambak ekstensif, semi intensif, dan intensif.
1) Tambak
Ekstensif atau Tradisional
a. Dibangun
di lahan pasang surut, yang umumnya berupa rawa-rawa bakau, atau rawa-rawa
pasang surut bersemak dan rerumputan.
b. Bentuk
dan ukuran petakan tambak tidak teratur.
c.
Luasnya antara 3-10 ha per petak.kan dan
tidak pecah-pecah.
d.
Setiap petak mempunyai saluran keliling
(caren) yang lebarnya 5-10 m di sepanjang keliling petakan sebelah dalam. Di
bagian tengah juga dibuat caren dari sudut ke sudut (diagonal). Kedalaman caren
30-50 cm lebih dalam dari bagian sekitarnya yang disebut pelataran. Bagian
pelataran hanya dapat berisi sedalam 30-40 cm saja.
e. Di
tengah petakan dibuat petakan yang lebih kecil dan dangkal untuk mengipur nener
yang baru datang selama 1 bulan.
f. Selain
itu ada beberapa tipe tambak tradisional, misalnya tipe corong dan tipe taman
yang dikembangkan di Sidoarjo, Jawa Timur.
g. Pada
tambak ini tidak ada pemupukan.
2) Tambak
Semi Intensif
a. Bentuk
petakan umumnya empat persegi panjang dengan luas 1-3 ha/petakan.
b. Tiap
petakan mempunyai pintu pemasukan (inlet) dan pintu pengeluaran (outlet)
yang terpisah untuk keperluan penggantian air, penyiapan kolam sebelum ditebari
benih, dan pemanenan.
c. Suatu
caren diagonal dengan lebar 5-10 m menyerong dari pintu (pipa) inlet ke
arah pintu (pipa) outlet. Dasar caren miring ke arah outlet untuk
memudahkan pengeringan air dan pengumpulan udang pada waktu panen.
d. Kedalaman
caren selisih 30-50 cm dari pelataran.
e. Kedalaman
air di pelataran hanya 40-50 cm.
f. Ada
juga petani tambak yang membuat caren di sekeliling pelataran.
3) Tambak
Intensif
a. Petakan
berukuan 0,2-0,5 ha/petak, supaya pengelolaan air dan pengawasannya lebih
mudah.
b. Kolam/petak
pemeliharaan dapat dibuat dari beton seluruhnya atau dari tanah seperti biasa.
Atau dinding dari tembok, sedangkan dasar masih tanah.
c. Biasanya
berbentuk bujur sangkar dengan pintu pembuangan di tengah dan pintu panen model
monik di pematang saluran buangan. Bentuk dan konstruksinya menyerupai tambak
semi intensif bujur sangkar.
d. Lantai
dasar dipadatkan sampai keras, dilapisi oleh pasir/kerikil. Tanggul biasanya
dari tembok, sedang air laut dan air tawar dicampur dalam bak pencampur sebelum
masuk dalam tambak.
e. Pipa
pembuangan air hujan atau kotoran yang terbawa angin, dipasang mati di sudut
petak.
f. Diberi
aerasi untuk menambah kadar O2 dalam air.
g. Penggantian
air yang sangat sering dimungkinkan oleh penggunaan pompa.
Adapun
prasarana yang diperlukan dalam budidaya udang tambak meliputi:
1) Petakan Tambak
a. Sebaiknya
dibuat dalam bentuk unit. Setiap satu unit tambak pengairannya berasal dari
satu pintu besar, yaitu pintu air utama atau laban. Satu unit tambak terdiri
dari tiga macam petakan: petak pendederan, petak glondongan (buyaran) dan petak
pembesaran dengan perbandingan luas 1:9:90.
b. Selain
itu, juga ada petakan pembagi air, yang merupakan bagian yang terdalam. Dari
petak pembagi, masing-masing petakan menerima bagian air untuk pengisiannya.
Setiap petakan harus mempunyai pintu air sendiri, yang dinamakan pintu petakan,
pintu sekunder, atau tokoan. Petakan yang berbentuk seperti saluran disebut
juga saluran pembagi air.
c. Setiap
petakan terdiri dari caren dan pelataran.
2) Pematang/Tanggul
a. Ada
dua macam pematang, yaitu pematang utama dan pematang antara.
b. Pematang
utama merupakan pematang keliling unit, yang melindungi unit yang bersangkutan
dari pengaruh luar. Tingginya 0,5 m di atas permukaan air pasang tertinggi.
Lebar bagian atasnya sekitar 2 m. Sisi luar dibuat miring dengan kemiringan
1:1,5. Sedangkan untuk sisi pematang bagian dalam kemiringannya 1:1.
c. Pematang
antara merupakan pematang yang membatasi petakan yang satu dengan yang lain
dalam satu unit.
d. Ukurannya
tergantung keadaan setempat, misalnya: tinggi 1-2 m, lebar bagian atas 0,5-1,5.
Sisi-sisinya dibuat miring dengan kemiringan 1:1. Pematang dibuat dengan menggali saluran
keliling yang jaraknya dari pematang 1 m. Jarak tersebut biasa disebut berm.
3) Saluran dan Pintu Air
a. Saluran
air harus cukup lebar dan dalam, tergantung keadaan setempat, lebarnya berkisar
antara 3-10 m dan dalamnya kalau memungkinkan sejajar dengan permukaan air
surut terrendah. Sepanjang tepiannya ditanami pohon bakau sebagai pelindung.
b. Ada
dua macam pintu air, yaitu pintu air utama (laban) dan pintu air sekunder
(tokoan/pintu air petakan).
c. Pintu
air berfungsi sebagai saluran keluar masuknya air dari dan ke dalam tambak yang
termasuk dalam satu unit.
d. Lebar
mulut pintu utama antara 0,8-1,2 m, tinggi dan panjang disesuaikan dengan
tinggi dan lebar pematang. Dasarnya lebih rendah dari dasar saluran
keliling,serta sejajar dengan dasar saluran pemasukan air.
e. Bahan
pembuatannya antara lain: pasangan semen, atau bahan kayu (kayu besi, kayu
jati, kayu kelapa, kayu siwalan, dll)
f. Setiap
pintu dilengkapi dengan dua deretan papan penutup dan di antaranya diisi tanah
yang disebut lemahan.
g. Pintu
air dilengkapi dengan saringan, yaitu saringan luar yang menghadap ke saluran
air dan saringan dalam yang menghadap ke petakan tambak. Saringan terbuat dari kere bambu, dan untuk
saringan dalam dilapisi plastik atau ijuk.
4) Pelindung:
a. Sebagai
bahan pelindung pada pemeliharaan udang di tambak, dapat dipasang rumpon yang
terbuat dari ranting kayu atau dari daun-daun kelapa kering. Pohon peneduh di
sepanjang pematang juga dapat digunakan sebagai pelindung.
b. Rumpon
dipasang dengan jarak 6-15 m di tambak. Rumpon berfungsijuga untuk mencegah
hanyutnya kelekap atau lumut, sehingga menumpuk pada salah satu sudut karena
tiupan angin.
5) Pemasangan kincir:
a. Kincir
biasanya dipasang setelah pemeliharaan 1,5-2 bulan, karena udang sudah cukup
kuat terhadap pengadukan air.
b. Kincir
dipasang 3-4 unit/ha. Daya kelarutan O2 ke dalam air dengan pemutaran kincir
itu mencapai 75-90%.
2.
Pembibitan
1)
Menyiapkan Benih (Benur)
Benur/benih udang bisa didapat dari
tempat pembenihan (Hatchery) atau dari alam.
Di alam terdapat dua macam golongan benih udang windu (benur) menurut ukurannya,
yaitu :
a. Benih
yang masih halus, yang disebut post larva.
Terdapat di tepi-tepi pantai. Hidupnya bersifat pelagis, yaitu berenang dekat
permukaan air. Warnanya coklat kemerahan. Panjang 9-15 mm. Cucuk kepala lurus atau sedikit melengkung
seperti huruf S dengan bentuk keseluruhan seperti jet. Ekornya membentang
seperti kipas.
b. Benih
yang sudah besar atau benih kasar yang disebut juvenil. Biasanya telah memasuki
muara sungai atau terusan. Hidupnya bersifat benthis, yaitu suka berdiam dekat
dasar perairan atau kadang menempel pada benda yang terendam air. Sungutnya
berbelang-belang selang seling coklat dan putih atau putih dan hijau kebiruan.
Badannya berwarna biru kehijauan atau kecoklatan sampai kehitaman. Pangkal kaki
renangberbelang-belang kuning biru.
Cara
Penangkapan Benur:
a. Benih
yang halus ditangkap dengan menggunakan alat belabar dan seser.
-
Belabar adalah rangkaian memanjang dari
ikatan-ikatan daun pisang kering, rumput-rumputan, merang, atau pun bahan-bahan
lainnya.
-
Kegiatan penangkapan dilakukan apabila
air pasang.
-
Belabar dipasang tegak lurus pantai,
dikaitkan pada dua buah patok, sehingga terayun-ayun di permukaan air pasang.
-
Atau hanya diikatkan pada patok di salah
satu ujungnya, sedang ujung yang lain ditarik oleh si penyeser sambil
dilingkarkan mendekati ujung yang
terikat. Setelah lingkaran cukup kecil, penyeseran dilakukan di sekitar
belabar.
b. Benih
kasar ditangkapi dengan alat seser pula dengan cara langsung diseser atau
dengan alat bantu rumpon-rumpon yang dibuat dari ranting pohon yang ditancapkan
ke dasar perairan. Penyeseran dilakukan di sekitar rumpon. Pembenihan secara alami dilakukan dengan cara
mengalirkan air laut ke dalam tambak. Biasanya dilakukan oleh petambak
tradisional. Benih udang/benur yang
didapat dari pembibitan haruslah benur yang bermutu baik. Adapun sifat dan ciri
benur yang bermutu baik yang didapat dari tempat pembibitan adalah:
a. Umur
dan ukuran benur harus seragam.
b. Bila
dikejutkan benur sehat akan melentik.
c. Benur
berwarna tidak pucat.
d. Badan
benur tidak bengkok dan tidak cacat.
2)
Perlakuan dan Perawatan Benih
a.
Cara pemeliharaan dengan sistem kolam terpisah
Pemeliharaan larva yang baik adalah
dengan sistem kolam terpisah, yaitu kolam diatomae, kolam induk, dan kolam
larva dipisahkan.
-
Kolam Diatomae
Diatomae untuk makanan larva udang
yang merupakan hasil pemupukan adalah spesies Chaetoceros, Skeletonema
dan Tetraselmis di dalam kolam volume 1000-2000 liter. Spesies diatomae yang agak besar diberikan
kepada larva periode mysis, walaupun lebih menyukai zooplankton.
-
Kolam Induk
Kolam yang berukuran 500 liter ini
berisi induk udang yang mengandung telur yang diperoleh dari laut/nelayan.
Telur biasanya keluar pada malam hari. Telur yang sudah dibuahi dan sudah
menetas menjadi nauplius, dipindahkan.
-
Kolam Larva
Kolam larva berukuran 2.000-80.000
liter. Artemia/zooplankton diambil dari kolam diatomae dan diberikan kepada
larva udang mysis dan post larva (PL5-PL6).
Artemia kering dan udang kering diberikan kepada larva periode zoa sampai
(PL6). Larva periode PL5-PL6 dipindah ke petak buyaran dengan kepadatan 32-1000
ekor/m2, yang setiap kalidiberi makan
artemia
atau makanan buatan, kemudian PL20-PL30 benur dapat dijual atau ditebar ke
dalam tambak.
b.
Cara Pengipukan/pendederan benur di petak pengipukan
-
Petak pendederan benur merupakan
sebagian dari petak pembesaran udang (± 10% dari luas petak pembesaran) yang
terletak di salah satu sudutnya dengan kedalaman 30-50 cm, suhu 26-31derajat C
dan kadar garam 5-25 permil.
-
Petak terbuat dari daun kelapa atau daun
nipah, agar benur yang masih lemah terlindung dari terik matahari atau hujan.
-
Benih yang baru datang, diaklitimasikan
dulu. Benih dimasukkan dalam bak plastik atau bak kayu yang diisi air yang
kadar garam dan suhunya hampir sama dengan keadaan selama pengangkutan.
Kemudian secara berangsur-angsur air tersebut dikeluarkan dan diganti dengan air
dari petak pendederan.
-
Kepadatan pada petak Ini 1000-3000 ekor.
Pakan yang diberikan berupa campuran telur ayam rebus dan daging udang atau
ikan yang dihaluskan.
-
Pakan tambahan berupa pellet udang yang
dihaluskan. Pemberian pelet dilakukan sebanyak 10-20 % kali jumlah berat benih
udang per hari dan diberikan pada sore hari. Berat benih halus ± 0,003 gram dan
berat benih kasar ± 0,5-0,8 g.
-
Pellet dapat terbuat dari tepung rebon
40%, dedak halus 20 %, bungkil kelapa 20 %, dan tepung kanji 20%.
-
Pakan yang diperlukan: secangkir pakan
untuk petak pengipukan /pendederan seluas 100 m2 atau untuk 100.000 ekor benur
dan diberikan 3-4 kali sehari.
c.
Cara Pengipukan di dalam Hapa
-
Hapa adalah kotak yang dibuat dari
jaring nilon dengan mata jaring 3-5 mm agar benur tidak dapat lolos.
-
Hapa dipasang terendam dan tidak
menyentuh dasar tambak di dalam petak-petak tambak yang pergantian airnya mudah
dilakukan, dengan cara mengikatnya pada tiang-tiang yang ditancamkan di dasar
petak tambak itu. Beberapa buah hapa dapat dipasang berderet-deret pada suatu
petak tambak.
-
Ukuran hapa dapat disesuaikan dengan
kehendak, misalnya panjang 4- 6 m, lebar 1-1,5 m, tinggi 0,5-1 m.
-
Kepadatan benur di dalam hapa 500-1000
ekor/m2.
-
Pakan benur dapat berupa kelekap atau
lumut-lumut dari petakan tambak di sekitarnya. Dapat juga diberi pakan buatan
berupa pelet udang yang dihancurkan dulu menjadi serbuk.
-
Lama pemeliharaan benur dalam ipukan 2-4
minggu, sampai panjangnya 3-5 cm dengan persentase hidup 70-90%.
-
Jaring sebagai dinding hapa harus
dibersihkan seminggu sekali.
-
Hapa sangat berguna bagi petani tambak,
yaitu untuk tempat aklitimasi benur, atau sewaktu-waktu dipergunakan menampung
ikan atau udang yang dikehendaki agar tetap hidup.
d.
Cara pengangkutan:
Pengangkutan
menggunakan kantong plastik:
-
Kantong plastik yang berukuran panjang
40 cm, lebar 35 cm, dan tebal 0,008 mm, diisi air 1/3 bagian dan diisi benih
1000 ekor.
-
Kantong plastik diberi zat asam sampai menggelembung
dan diikat dengan tali.
-
Kantong plastik tersebut dimasukkan
dalam kotak kardus yang diberi styrofore foam sebagai penahan panas dan
kantong plastik kecil yang berisi pecahan-pecahan es kecil yang jumlahnya 10%
dari berat airnya.
-
Benih dapat diangkut pada suhu 27-30
derajat C selama 10 jam perjalanan dengan angka kematian 10-20%.
Pengangkutan
dengan menggunakan jerigen plastik:
-
Jerigen yang digunakan yang berukuran 20
liter.
-
Jerigen diisi air setengah bagiannya dan
sebagian lagi diisi zat asam bertekanan lebih.
-
Jumlah benih yang dapat diangkut antara
500-700 ekor/liter. Selama 6- 8 jam perjalanan, angka kematiannya sekitar 6%.
-
Dalam perjalanan jerigen harus
ditidurkan, agar permukaannya menjadi luas, sehingga benurnya tidak bertumpuk.
-
Untuk menurunkan suhunya bisa
menggunakan es batu.
e.
Waktu Penebaran Benur
Sebaiknya benur ditebar di tambak
pada waktu yang teduh pagi atau sore hari.
f. Aklimatisasi
Aklimatisasi yaitu proses
penyesuaian terhadap lingkungan yang baru dari biota yang akan dipindahkan ke
lingkungan pemeliharaan sehingga tidak menimbulkan stress yang mengakibatkan
kematian. Waktu penebaran dilakukan ketika kondisi suhu lingkungan tidak
tinggi, penebaran dapat dilakukan pagi, sore atau malam hari sehingga dapat
mengurangi tingkat stress, sebelum benih ditebar terlebih dahulu dilakukan
pengecekan salinitas air tambak dan salinitas di kantong benur, suhu ditambak
dan suhu di kantong benur. Kemudian kantong benur diapung-apungkan disalah satu
sudut tambak kurang lebih 30-45 menit, untuk mempermudah proses aklimatisasi
dibagian sudut diberi bambu sebagai alat untuk penahan agar kantong benur tidak
menyebar keseluruh petakan tambak, tujuan cara ini untuk mempercepat penyesuaian
suhu air tambak dengan suhu dikantong benur.
Setelah 45 menit kantong benur
dibuka dan secara perlahan ditambahkan air dari tamba, dilakukan secara manual
menggunakan tangan atau menggunakan alat bantu gayung sehingga proses
aklimatisasi salinitas lebih cepat, volume air yang ditambahkan ke dalam
kantong benur disesuaikan (kurang lebih 1/3 dari volume kantong benur), untuk
mengetahui kesesuaian salinitas tambak dengan salinitas dikantong benur
dilakukan pengukuran menggunakan refraktometer, sebagai indikatornya bisa
dicoba mengeluarkan sebagian benur dikantong ke air tambak, jika benur telah
keluar dan tidak masuk lagi ke kantong benur maka benur bisa dilepaskan semua.
3.
Pemeliharaan Pembesaran
1)
Pemupukan
Pemupukan bertujuan untuk mendorong
pertumbuhan makanan alami, yaitu: kelekap, lumut, plankton, dan bentos. Cara
pemupukan:
a. Untuk pertumbuhan
kelekap
-
Tanah yang sudah rata dan dikeringkan
ditaburi dengan dedak kasar sebanyak 500 kg/ha.
-
Kemudian ditaburi pupuk kandang (kotoran
ayam, kerbau, kuda, dll), atau pupuk kompos sebanyak 1000 kg/ha.
-
Tambak diairi sampai 5-10 cm, dibiarkan
tergenang dan menguap sampai kering.
-
Setelah itu tambak diairi lagi sampai
5-10 cm, dan ditaburi pupuk kandang atau pupuk kompos sebanyak 1000 kg/ha.
-
Pada saat itu ditambahkan pula pupuk
anorganik, yaitu urea 75 kg/ha dan TSP (Triple Super Phosphate) 75 kg/ha.
-
Sesudah 5 hari kemudian, kelekap mulai
tumbuh. Air dapat ditinggikan lagi secara berangsur-angsur, hingga dalamnya 40
cm di atas pelataran. Dan benih udang dapat dilepaskan.
-
Selama pemeliharaan, diadakan pemupukan susulan
sebanyak 1-2 kali sebulan dengan menggunakan urea 10-25 kg/ha dan TSP 5-15
kg/ha.
b. Untuk pertumbuhan
lumut
-
Tanah yang telah dikeringkan, diisi air
untuk melembabkannya, kemudian ditanami bibit lumut yang ditancapkan ke dalam
lumpur.
-
Air dimasukkan hingga setinggi 20 cm,
kemudian dipupuk dengan urea 14 kg/ha dan TSP 8 kg/ha.
-
Air ditinggikan sampai 40 cm setelah
satu minggu.
-
Mulai minggu kedua, setiap seminggu
dipupuk lagi dengan urea dan TSP, masing-masing 10 takaran sebelumnya.
-
Lumut yang kurang pupuk akan berwarna
kekuningan, sedangkan yang dipupuk akan berwarna hijau rumput yang segar. Lumut
yang terlalu lebat akan berbahaya bagi udang, oleh karena itu lumut hanya digunakan
untuk pemeliharaan udang yang dicampur dengan ikan yang lain.
c. Untuk pertumbuhan Diatomae
-
Jumlah pupuk nitrogen (N) dan pupuk
fosfor (P) menghendaki perbandingan sekitar 30:1. Apabila perbandingannya
mendekati 1:1, yang tumbuh adalah Dinoflagellata.
-
Sebagai sumber N, pupuk yang mengandung
nitrat lebih baik daripada pupuk yang mengandung amonium, karena dapat terlarut
lebih lama dalam air.
-
Contoh pupuk:
* Urea-CO(NH2)2:
prosentase N=46,6.
* Amonium
sulfat-ZA-(NH4)2SO4: prosentase N=21.
* Amonium
chlorida-NH4Cl: prosentase N=25
* Amonium
nitrat-NH4NO3: prosentase N=37
* Kalsium
nitrat-Ca(NO3)2: prosentase N=17
* Double
superphosphate-Ca(H2PO4): prosentase P=26
* Triple
superphosphate-P2O5: prosentase P=39
-
Pemupukan diulangi sebanyak beberapa
kali, sedikit demi sedikit setiap 7-10 hari sekali.
-
Pemupukan pertama, digunakan 0,95 ppm N
dan 0,11 ppm P. Apabila luas tambak 1 ha dan tinggi air rata-rata 60 cm,
membutuhkan 75-150 kg pupuk urea dan 25-50 kg TSP.
-
Pertumbuhan plankton diamati dengan
secci disc. Pertumbuhan cukup bila pada kedalaman 30 cm, secci disc sudah
kelihatan.
-
Takaran pupuk dikurangi bila secci disc
tidak terlihat pada kedalaman 25 cm. Sedangkan apabila secci disc tidak
kelihatan pada kedalaman 35 cm, maka takaran pupuk perlu ditambah.
2)
Pemberian Pakan
Makanan untuk tiap periode kehidupan
udang berbeda-beda. Makanan udang yang dapat digunakan dalam budidaya terdiri
dari:
a. Makanan alami:
-
Burayak tingkat nauplius, makanan dari
cadangan isi kantong telurnya.
-
Burayak tingkat zoea, makanannya
plankton nabati, yaitu Diatomaeae (Skeletonema, Navicula, Amphora, dll)
dan Dinoflagellata (Tetraselmis, dll).
-
Burayak tingkat mysis, makanannya
plankton hewani, Protozoa, Rotifera, (Branchionus), anak tritip (Balanus),
anak kutu air (Copepoda), dll.
-
Burayak tingkat post larva (PL), dan
udang muda (juvenil), selain makanan di atas juga makan Diatomaee dan
Cyanophyceae yang tumbuh di dasar perairan (bentos), anak tiram, anak tritip,
anak udang udangan (Crustacea) lainnya, cacing annelida dan juga detritus (sisa
hewan dan tumbuhan yang membusuk).
-
Udang dewasa, makanannya daging binatang
lunak atau Mollusca (kerang, tiram, siput), cacing Annelida, yaitut cacing
Pollychaeta, udang-udangan, anak serangga (Chironomus), dll.
-
Dalam usaha budidaya, udang dapat makan
makanan alami yang tumbuh di tambak, yaitu kelekap, lumut, plankton, dan bentos.
b. Makanan Tambahan
Makanan tambahan biasanya dibutuhkan
setelah masa pemeliharaan 3 bulan. Makanan tambahan tersebut dapat berupa:
-
Dedak halus dicampur cincangan ikan
rucah.
-
Dedak halus dicampur cincangan ikan
rucah, ketam, siput, dan udangudangan.
-
Kulit kerbau atau sisa pemotongan ternak
yang lain. Kulit kerbau dipotong-potong 2,5 cm2, kemudian ditusuk sate.
-
Sisa-sisa pemotongan katak.
-
Bekicot yang telah dipecahkan kulitnya.
-
Makanan anak ayam.
-
Daging kerang dan remis.
-
Trisipan dari tambak yang dikumpulkan
dan dipech kulitnya.
c.
Makanan Buatan (Pelet):
-
Tepung kepala udang atau tepung ikan 20
%.
-
Dedak halus 40 %.
-
Tepung bungkil kelapa 20 %.
-
Tepung kanji 19 %.
-
Pfizer premix A atau Azuamix 1 %.
Cara
pembuatan:
-
Tepung kanji diencerkan dengan air
secukupnya, lalu dipanaskan sampai mengental.
-
Bahan-bahan yang dicampurkan dengan
kanji diaduk-aduk dan diremas-remas sampai merata.
-
Setelah merata, dibentuk bulat-bulat dan
digiling dengan alat penggiling daging. Hasil gilingan dijemur sampai kering,
kemudian diremas-remas sampai patah-patah sepanjang rata-rata 1-2 cm.
Takaran
Ransum Udang dan Cara Pemberian Pakan:
a. Udang
diberi pakan 4-6 x sehari sedikit demi sedikit.
b. Jumlah
pakan yang diberikan kepada benur 15-20% dari berat tubuhnya per hari.
c. Jumlah
pakan udang dewasa sekitar 5-10% berat tubuhnya/ hari.
d. Pemberian
pakan dilakukan pada sore hari lebih baik.
3)
Pemeliharaan Kolam/Tambak
a. Penggantian
Air. Pembuangan air sebaiknya melalui bagian bawah, karena bagian ini yang
kondisinya paling buruk. Tapi apabila air tambak tertutup air hujan yang tawar,
pembuangannya melalui lapisan atas, sedangkan pemasukannya melalui bagian
bawah.
b. Pengadukan
secara mekanis (belum biasa dilakukan). Dengan pengadukan, air dapat memperoleh
tambahan zat asam, atau tercampurnya air asin dan air tawar. Pengadukan dapat
menggunakan mesin pengaduk, mesin perahu tempel, atau kincir angin.
c. Penambahan
bahan kimia (belum biasa dilakukan). Kekurangan zat asam, dapat ditambah dengan
Kalium Permanganat (PK/KMnO4). Takaran 5-10 ppm (5-10 gram/1 ton air), masih
belum mampu membunuh udang. Kapur bakar sebanyak 200 kg/ha dapat juga untuk
mengatasi O2.
d. Penambahan
volume air. Bila suhu air tinggi, penambahan jumlah volume air dapat dikurangi.
Perlu diberi pelindung.
e. Menghentikan
pemupukan dan pemberian pakan. Pemupukan dan pemberian pakan dihentikan apabila
udang nampak menderita dan tambak dalam kondisi buruk.
f. Singkirkan
ikan dan ganggang yang mati dengan menggunakan alat penyerok.
g. Penambahan
pemberian pakan. Udang diberi tambahan pakan apabila menunjukkan gejala
kekurangan makan, sampai pertumbuhan makanan alami normal kembali.
Perbaikan
teknis yang diperlukan:
a. Perbaikan
saluran irigasi tambak untuk memungkinkan petakan-petakan tambak memperoleh air
yang cukup kualitas dan dan kuantitasnya, selama masa pemeliharaan.
b. Pompanisasi,
bagi tambak-tambak di daerah yang perbedaan pasang surutnya rendah (kurang dari
1 m), yang setiap waktu diperlukan pergantian air ke dalam atau keluar tambak.
c. Perbaikan
konstruksi tambak, yang meliputi konstruksi tanggul, pintu air saringan masuk
ke dalam tambak agar tambak tidak mudah bocor, dan tanggul tidak longsor.
d. Perbaikan
manajemen budidaya yang meliputi: cara pemupukan, padat penebaran yang optimal,
pemberian pakan, cara pengelolaan air dan cara pemantauan terhadap pertumbuhan
dan kesehatan udang.
HAMA
DAN PENYAKIT
1.
Hama
1)
Lumut
Lumut yang pertumbuhannya
berlebihan. Pengendalian: dapat dengan memelihara bandeng yang berukuran
8-12 cm sebanyak 200 ekor/ha.
2)
Bangsa ketam
Membuat
lubang di pematang, sehingga dapat mengakibatkan bocoran bocoran.
3)
Udang tanah (Thalassina anomala),
Membuat
lubang di pematang.
4)
Hewan-hewan penggerek kayu pintu air
Merusak
pematang, merusak tanah dasar, dan merusak pintu air seperti remis penggerek (Teredo
navalis), dan lain-lain.
5)
Tritip (Balanus sp.) dan tiram (Crassostrea sp.)
Menempel pada bangunan-bangunan
pintu air. Pengendalian hama bangsa
ketam, udang tanah, hewan-hewan penggerek kayu pintu air sama dengan
pengendalian lumut.
Golongan
pemangsa (predator), dapat memangsa udang secara langsung, termasuk golongan
buas, antara lain:
1) Ikan-ikan
buas, seperti payus (Elops hawaiensis), kerong-kerong (Tehrapon tehraps),
kakap (Lates calcarifer), keting (Macrones micracanthus), kuro (Polynemus
sp.), dan lain-lain.
2) Ketam-ketaman,
antara lain adalah kepiting (Scylla serrata).
3) Bangsa
burung, seperti blekok (Ardeola ralloides speciosa), cangak (Ardea cinera
rectirostris), pecuk cagakan (Phalacrocorax carbo sinensis), pecuk
ulo (Anhinga rufa melanogaster), dan lain-lain.
4) Bangsa
ular, seperti ular air atau ular kadut (Cerberus rhynchops, Fordonia leucobalia,
dan Chersidrus granulatus).
5) Wingsang,
wregul, sero, atau otter (Amblonyx cinerea dan Lutrogale perspicillata).
Golongan
penyaing (kompetitor) adalah hewan yang menyaingi udang dalam hidupnya, baik
mengenai makanan maupun tempat tinggal.
6) Bangsa
siput, seperti trisipan (Cerithidea cingulata), congcong (Telescopium
telescopium).
7) Ikan
liar, seperti mujair (Tilapia mosambica), belanak (Mugil spp),
rekrek (Ambassis gymnocephalus), pernet (Aplocheilus javanicus),
dan lain-lain.
8)
Ketam-ketaman, seperti Saesarma sp. dan
Uca sp.
9) Udang,
yaitu udang kecil-kecil terutama jenis Cardina denticulata, dan lain lain.
Pengendalian:
1)
Ikan-ikan buas dapat diberantas dengan bungkil biji teh yang mengandung racun saponin.
a. Bungkil
biji teh adalah ampas yang dihasilkan dari biji teh yang diperas minyaknya dan
banyak diproduksi di Cina.
b. Kadar
saponin dalam tiap bungkil biji teh tidak sama, tetapi biasanya dengan 150-200
kg bungkil biji teh per Ha tambak sudah cukup efektif mematikan ikan liar/buas
tanpa mematikan udang yang dipelihara.
c. Daya
racun saponin terhadap ikan 50 kali lebih besar daripada terhadap udang.
d. Daya
racun saponin akan hilang sendiri dalam waktu 2-3 hari di dalam air. Setelah
diracun dengan bungkil biji teh, air tambak tidak perlu dibuang, sebab residu
bungkil itu dapat menambah kesuburan tambaknya.
e. Daya
racun saponin berkurang apabila digunakan pada air dengan kadar garam rendah.
Tambak dengan kedalaman 1 meter dan kadar garam air tambak > 15 permil,
bungkil biji teh yang digunakan cukup 120 kg/Ha saja, sedangkan kalau lebih
rendah harus 200 kg/Ha. Untuk penghematan air tambak dapat diturunkan sampai
1/3-nya, sehingga bungkil yang diberikan hanya 1/3 yang seharusnya. Setelah 6
jam air tambak dinaikkan lagi, sehingga kadar saponin menjadi lebih encer.
f. Penggunaan
bungkil ini akan lebih efektif pada siang hari, pukul 12.00 atau 13.00.
g. Sebelum
digunakan bungkil ditumbuk dulu menjadi tepung, kemudian direndam dalam air selama
beberapa jam atau semalam. Setelah itu air tersebut dipercik-percikan ke
seluruh tambak. Sementara menabur bungkil, kincir dalam tambak diputar agar
saponin teraduk merata.
2)
Rotenon dari akar deris (tuba).
a. Akar
deris dari alam mengandung 5-8 %o rotenon. Akar yang masih kecil lebih banyak
mengandung rotenon.Zat ini dapat membunuh ikan pada kadar 1-4 ppm, tetapi batas
yang mematikan udang tidak jauh berbeda.
b. Dalam
air berkadar garam rendah, daya racunnya lebih baik/lebih kuat daripada yang
berkadar garam tinggi.
c. Sebelum
digunakan, akar tuba dipotong kecil-kecil, kemudian direndam dalam dalam air
selama 24 jam. Setelah itu akar ditumbuk sampai lumat, dimasukkan ke dalam air
sambil diremas-remas sampai air berwarna putih susu.
d. Dosis
yang diperlukan adalah 4-6 kg/Ha tambak, apabila kedalaman air 8 cm. Daya racun
rotenon sudah hilang setelah 4 hari.
3)
Ikan liar, ikan buas, dan siput dapat juga diberantas dengan nikotin pada takaran
12-15 kg/Ha atau sisa-sisa tembakau dengan takaran antara 200-400 kg/Ha.
a. Sisa-sisa
tembakau ditebarkan di tambak sesudah tanah dasar dikeringkan dan kemudian
diairi lagi setinggi ± 10 cm.
b. Setelah
ditebarkan, dibiarkan selama 2-3 hari, agar racun nikotinnya dapat membunuh
hama. Sementara itu airnya dibiarkan sampai habis menguap selama 7 hari.
c. Setelah
itu tambak diairi lagi tanpa dicuci dulu, sebab sisa tembakau sudah tidak
beracun lagi dan dapat berfungsi sebagai pupuk.
4)
Brestan-60 dapat digunakan untuk memberantas hama, terutama trisipan.
a. Brestan-60
adalah semacam bahan kimia yang berupa bubuk berwarna krem dan hampir tidak
berbau. Bahan aktifnya adalah trifenil asetat stanan sebanyak 60%.
b. Takaran
yang dibutuhkan adalah 1 kg/Ha, apabila kedalaman air 16-20 cm dan kadar
garamnya 28-40%. Makin dalam airnya dan makin rendah kadar garamnya, takaran
yang dibutuhkan makin banyak.
c. Daya
racunnya lebih baik pada waktu terik matahari.
d. Cara
penggunaan:
-
Air dalam petakan disurutkan sampai ± 10
cm. Pintu air dan tempat yang bocor ditutup.
-
Bubuk Brestan-60 yang telah ditakar
dilarutkan dalam air secukupnya, kemudian dipercik-percikkan ke permukaan air.
-
Air dibiarkan menggenang selama 4-10
hari, agar siputnya mati semua.
-
Setelah itu tambak dicuci 2-3 kali,
dengan memasukkan dan mengeluarkan air pada waktu pasang dan surut.
5)
Sevin dicampur dengan cincangan daging ikan, kemudian dibentuk bulatan, dapat
digunakan sebagai umpan untuk meracuni kepiting. Karbid (Kalsium karbida) dimasukkan ke dalam
lubang kepiting, disiram air dan kemudian. Gas asetilen yang timbul akan
membunuh kepiting. Abu sekam yang
dimasukkan ke dalam lubang kepiting, akan melekat pada insang dan dapat
mematikan.
6)
Usaha untuk mengusir burung adalah dengan memasang pancang-pancang bambu atau
kayu di petakan tambakan.
7)
Cara memberantas udang renik (wereng tambak): menggunakan Sumithion dengan
dosis 0,002 mg/liter pada hari pertama dan ditambah 0,003 mg/liter pada hari
kedua. Kadar yang dapat mematikan udang adalah 0,008 mg/liter. Selalu memeriksa lokasi baik siang maupun
malam.
2.
Penyakit asal virus.
1)
Monodon Baculo Virus (MBV)
Keberadanya
tidak perlu dikhawatirkan, karena tidak berpengaruh terhadap kehidupan udang. Penyebab:
kondisi stres saat pemindahan post larva ke kolam pembesaran.
2)
Infectious Hypodermal Haematopoietic Necrosis Virus (IHHNV)
Gejala:
(1) udang berenang tidak normal, yaitu sangat perlahan-lahan, muncul ke
permukaan dan mengambang dengan perut di ata; (2) bila alat geraknya (pleopod
dan Periopod) berhenti bergerak, udang akan tenggelam di bawah kolam; (3) udang
akan mati dalam waktu 4-12 jam sejak mulai timbulnya gejala tersebut. Udang
penderita banyak yang mati pada saat moulting; (4) pada kondisi yang akut,
kulitnya akan terlihat keputih-putihan dan tubuhnya berwarna putih keruh; (5)
permukaan tubuhnya akan ditumbuhi oleh diatomae, bakteri atau parasit jamur;
(6) pada kulit luar terlihat nekrosis pada kutikula, syaraf, antena, dan pada
mukosa usus depan dan tengah.
Pengendalian:
perbaikan kualitas air.
3)
Hepatopancreatic Parvo-like Virus
Gejala:
terutama menyerang hepatopankreas, sehingga dalam pemeriksaan hepatopankreasnya
secara mikroskopik terlihat degenerasi dan adanya inklusion bodies dalam se-sel
organ tersebut. Pengendalian: perbaikan kualitas air.
4)
Cytoplamic Reo-like Virus
Gejala:
(1) udang berkumpul di tepi kolam dan berenang di permukaan air; (2) kematian
udang di mulai pada hari 7-9 setelah penebaran benih (stocking) di kolam post
larva umur 18 hari. Pengendalian: belum diketahui secara pasti, yang
penting adalah perbaikan kualitas air.
5)
Ricketsiae
Gejala:
(1) udang berenang di pinggir kolam dalam keadaan lemah; (2) udang berwarna
lebih gelap, tak ada nafsu makan, pada beberapa udang terlihat
benjolan-benjolan kecil keputih-putihan pada dinding usus bagian tengah (mid
gut); (3) adanya koloni riketsia, peradangan dan pembengkakan jaringan
ikat; (4) kematian udang mulai terjadi pada minggu ke-7 atau 9
setelah
ppada hari ke-5 sampai 7, sejak mulai terjadi kematian, kemudian menurun sampai
tak ada kematian. Tiga hari kemudian kematian timbul lagi, begitu seterusnya
sampai udang dipanen. Pengendalian: menggunakan antibiotik (oksitetrasiklin,
sulfasoxasol, dan nitrofurazon) dicampur makanan dapat mengurangi angka
kematian, tetapi bila konsentrasi antibiotik menurun, kematian akan timbul
lagi.
3.
Penyakit asal Bakteri
1)
Bakteri nekrosis
Penyebab:
(1) bakteri dari genus Vibrio; (2) merupakan infeksi sekunder dari infeksi
pertama yang disebabkan oleh luka, erosi bahan kimia atau lainnya.
Gejala:
(1) muncul beberapa nekrosis (berwarna kecoklatan) di beberapa tempat
(multilokal), yaitu pada antena, uropod, pleopod, dan beberapa alat tambahan
lainnya; (2) usus penderita kosong, karena tidak ada nafsu makan.
Pengendalian:
Pemberian antibiotik dalam kolam pembenihan, misalnya furanace 1 mg/l,
oksitetrasiklin 60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l; (2) Pengeringan,
pembersihan dan disinfeksi dalam kolam pembenihan, serta menjaga kebersihan
alat-alat yang digunakan; (3) pemeliharaan kualias air dan sanitasi yang baik.
2)
Bakteri Septikemia
Penyebab:
(1) Vibrio alginolictus, V. parahaemolyticus, Aeromonas sp., dan Pseudomonas
sp.; (2) merupakan infeksi sekunder dari infeksi pertama yang disebabkan
defisiensi vitamin C, toxin, luka dan karena stres yang berat.
Gejala:
(1) menyerang larva dan post larva; (2) terdapat sel-sel bakteri yang aktif
dalam haemolymph (sistem darah udang). Pengendalian: (1) pemberian
antibiotik dalam kolam pembenihan, misalnya furanace 1 mg/l, oksitetrasiklin
60-250 mg/l dan erytromycin 1 mg/l; (2) pemeliharaan kualias air dan sanitasi
yang baik.
4.
Penyakit asal Parasit
Dapat menyebabkan penurunan berat
badan, penurunan kualitas, kepekaan terhadap infeksi virus/bakteri dan beberapa
parasit dapat menyebabkan kemandulan (Bopyrid).
1)
Parasit cacing
Cacing
Cestoda, yaitu
-
Polypochepalus sp., bentuk cyste dari cacing ini terdapat
dalam jaringan ikat di sepanjang syaraf bagian ventral.
-
Parachristianella monomegacantha, berparasit dalam
jaringan intertubuler hepatopankreas.
Cacing
Trematoda: Opecoeloides sp., yang ditemukan pada dinding proventriculus
dan usus.
Cacing
Nematoda: Contracaecum sp., menyerang hepatopankreas udang yang hidup
secara alamiah.enebaran benih (post larva hari ke-15-25). Angka kematian naik 2)
Parasit Isopoda
Dapat
menghambat perkembangan alat reproduksi udang. Parasit ini menempel di daerah
branchial insang (persambung antara insang dengan tubuh udang), sehingga
menghambat perkembangan gonad (sel telur) pada udang.
5.
Penyakit asal Jamur
Menyerang udang periode larva dan
post larva yang dapat mati dalam waktu 24 jam. Penyebab: (1) Jamur
Phycomycetes yang termasuk genus Lagenedium dan Sirolpidium; (2) penyebarannya
terjadi pada waktu pemberian pakan.
Pengendalian:
(1) pemberian malachite green (0,006-0,1 mg/l) atau trifuralin (0,01 pp,) 3-6
kali sehari akan mencegah penyebaran jamur ke larva yang sehat; (2) jalan
filtrasi air laut untuk pembenihan; (3) pencucian telur udang berkali-kali
dengan air laut yang bersih atau air laut yang diberi malachite green atau
trifuralin, karena dapat menghilangkan zoospora dari jamur.
PANEN
Udang yang siap panen adalah udang
yang telah berumur 5-6 bulan masa pemeliharaan. Dengan syarat mutu yang baik,
yaitu:
1)
ukurannya besar
2)
kulitnya keras, bersih, licin, bersinar dan badan tidak cacat
3)
masih dalam keadaan hidup dan segar.
1.
Penangkapan
1)
Penangkapan sebagian
a. Dengan
menggunakan Prayang, yang terbuat dari bambu, yang terdiri dari dua bagian,
yaitu kere sebagai pengarah dan perangkap berbentuk jantung sebagai tempat
jebakan. Prayang dipasang di tepi tambak, dengan kerenya melintang tegak lurus
pematang dan perangkapnya berada di ujung kere. Pemasangan prayang dilakukan
malam hari pada waktu ada pasang besar dan di atasnya diberi lampu untuk
menarik perhatian udang. Lubang prayang dibuat 4 cm, sehingga yang terperangkap
hanya udang besar saja. Pada lubang mulut dipasang tali nilon atau kawat yang
melintang dengan jarak masing-masing sekitar 4 cm.
b. Dengan
menggunakan jala lempar. Penangkapan dilakukan malam hari. Air tambak dikurangi sebagian untuk
memudahkan penangkapan. Penangkapan
dilakukan dengan masuk ke dalam tambak. Penangkapan dengan jala dapat dilakukan
apabila ukuran udang dalam tambak tersebut seragam.
c. Dengan
menggunakan tangan kosong. Dilakukan pada siang hari, karena udang biasanya
berdiam diri di dalam lumpur.
2)
Penangkapan total
a. Penangkapan
total dapat dilakukan dengan mengeringkan tambak. Pengeringan tambak dapat dilakukan dengan
pompa air atau apabila tidak ada harus memperhatikan pasang surut air laut.
Malam/dini hari menjelang penangkapan, air dikeluarkan dari petak tambak
perlahan lahan waktu air surut. Pada tambak semi intensif, air disurutkan
sampai caren, sehingga kedalaman air 10-20 cm.
b. Dengan
menggunakan seser besar yang mulutnya direndam di lumpur dasar tambak/caren, lalu didorong sambil
mengangkatnya jika diperkirakan sudah banyak udang yang masuk dalam seser. Dan
cara tersebut dilakukan berulang-ulang.
c. Dengan
menggunakan jala, biasanya dilakukan banyak orang.
d. Dengan
menggunakan kerei atau jaring yang lebarnya sesuai dengan lebar caren. Lumpur
dasar tempat udang bersembunyi didorong beramai ramai oleh beberapa orang yang
memegangi kerei atau jaring itu, menuju ke depan pintu air. Di depan pintu air
udang dicegat dengan kerei lainnya. Udang
terkumpul di kubangan dekat pintu ai, sehingga dengan mudah ditangkap.
e. Dengan
memasang jaring penadah yang cukup luas atau panjang di saluran pembuangan air.
Pintu air dibuka dan diatur agar air mengalir perlahan-lahan, sehingga udang
tidak banyak tertinggal bersembunyi dalam lumpur. Udang akan keluar bersama air
dan tertadah dalam jaring yang terpasang dan dengan mudah ditangkapi dengan
seser.
f. Dengan
menggunakan jaring (trawl) listrik. Jaring ini berbentuk dua buah kerucut.
Badan kantung mempunyai bukaan persegi panjang. Mulut kantung yang di bawah di
pasang pemberat agar dapat tenggelam di lumpur. Bagian atas mulut jaring diberi
pelampung agar mengambang di permukaan air. Bagian bibir bawah mulut jaring
dipasang kawat yang dapat dialiri listrik berkekuatan 3-12 volt. Listrik yang
mengaliri kawat di dasar mulut jaring akan mengejutkan udang yang terkena, lalu
udang akan meloncat dan masuk ke dalam jaring.
2.
Pembersihan
Udang yang telah ditangkap
dikumpulkan dan dibersihkan sampai bersih.
Kemudian udang ditimbang dan dipilih menurut kualitas ukuran yang sama
dan tidak cacat.
PASCAPANEN
Beberapa hal yang penting yang perlu
diperhatikan dalam penanganan pasca
panen:
1) Alat-alat
yang digunakan harus bersih.
2) Penanganan
harus cepat, cermat, dan hati-hati.
3) Hindarkan
terkena sinar matahari langsung.
4) Cucilah
udang dari kotoran dan lumpur dengan air bersih.
5) Masukkan
ke dalam keranjang, ember, atau tong, dan siram dengan air bersih.
6) Selalu
menggunakan es batu untuk mendinginkan dan mengawetkan udang.
7) Selain
didinginkan, dapat juga direndam dalam larutan NaCl 100 ppm untuk mengawetkan
udang pada temperatur kamar dan untuk membunuh bakteri pembusuk (Salmonella,
Vibrio, Staphylococcus).
8) Kelompokan
menurut jenis dan ukurannya.
DAFTAR
PUSTAKA
Sutaman,
Ir. 1993. Petunjuk Praktis Pembenihan Udang Windu Skala
Rumah Tangga. Kanisius.
Yogyakarta
Suyanto,
S.R. dan Mudjiman, A. 2008. Budidaya
Udang Windu. Penebar Swadaya. Jakarta
. 2000. Udang Windu.
Proyek Pengembangan Ekonomi Masyarakat Pedesaan – Bappenas . Jakarta
. 2011.
Udang Galah. Pusat Penyuluhan
Kelautan dan Perikanan. Jakarta
. 2011.
Udang Vaname. Pusat Penyuluhan
Kelautan dan Perikanan. Jakarta
Komentar